So Called Activist

Apa yang anda pikirkan kalo mendengar kata aktivis?

Anda seorang aktivis atau kenal dengan aktivis?

Aktivis apaan? 🙂

demo mhs

Mendengar kata aktivis, pasti sebagian dari kita langsung membayangkan mahasiswa yang demo dan teriak-teriak di jalanan, mereka yang aktivis lingkungan, atau aktivis pembela HAM atau aktivis anti korupsi atau sekarang banyak aktivis sosial media juga.

Beberapa hari lalu, seorang kawan, @deefuga, menulis di status twitter-nya :

“Aktivis ’98 masuk pemerintahan trs lupa. Ya sama, aktivis ’66 jg gitu”.

Ini tentu dalam konteks mengenang peristiwa Mei ’98 di mana karena gerakan mahasiswa akhirnya pemerintahan Orde Baru jatuh, dan kemudian banyak aktivis mahasiswa angkatan ’98 ini yang kini banyak mewarnai dunia politik Indonesia, baik di pemerintahan maupun di legislatif, tapi sekarang beberapa aktivis utama angkatan ’98 itu kini sedang tersangkut perkara korupsi dengan KPK. Ini tentu saja ironis dengan semangat perjuangan mahasiswa ’98 waktu itu yang marah kepada pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto yang korup.

demo dpr

Dan keironisan lainnya adalah, pemerintahan Orde Baru itu dibentuk dengan semangat mengkoreksi pemerintahan Presiden Soekarno yang kemudian disebut Orde Lama, juga melalui gerakan mahasiswa angkatan ’66, yang kemudian mewarnai dunia politik Indonesia sepanjang Orde Baru tersebut. Tapi banyak tokoh mahasiswa angkatan ’66 yang akhirnya tersangkut juga kasus korupsi juga. Ironis kan?

harto-muda

Jadi mereka, yang di satu masa menyebut diri aktivis, berteriak menghujat mereka yang sedang berkuasa dan dituduh berkorupsi, sampai kemudian berhasil menjatuhkan mereka yang berkuasa dan menggantikannya, untuk kemudian juga akhirnya tersangkut kasus korupsi juga saat berkuasa di #RepublikMumet. IRONI.

Fakta sejarah ini memberi kita pelajaran dan juga pertanyaan kritis, apakah mereka yang sekarang berteriak menghujat mereka yang korupsi itu benar-benar anti korupsi? atau hanya karena belum kebagian kesempatan? Komitmen anti korupsi baru bisa teruji dan terbukti saat yang bersangkutan berkuasa atau memiliki kesempatan untuk korupsi tapi memilih untuk tidak melakukannya.

Dan mereka yang sekarang menyebut diri aktivis itu juga ada beberapa macam, ada yang aktivis sekedar pencitraan, mengurusi segala macam urusan moral masyarakat untuk tujuan kendaraan politik, ataupun ada aktivis yang profesional, disebut profesional maksudnya karena dibayar.

Coba saja perhatikan mereka yang mengaku aktivis LSM yang lebih pantas disebut pekerja yang dibayar/gaji di lembaga yang dibiayai oleh donor baik asing maupun domestik. Istilah NGO – Non Government Organization terasa lebih tepat dibanding LSM – Lembaga Swadaya Masyarakat, masyarakat mana yang dimaksud kalo dibiayai oleh donor asing? 🙂

Pemahaman seperti inilah yang membuat saya berpendapat, kita tidak perlu berlebihan menilai mereka yang menyebut diri aktivis, do not over-rate them – so called activist, apalagi mereka yang melakukan sebagai pekerjaan atau karena memiliki agenda politik pencitraan.

Hari ini aktivis, besok berkuasa, lusa dia bisa lupa apa yang pernah diperjuangkan saat menyebut diri aktivis.

@budisungkono

Jakarta