Anda pasti sering mendengar ungkapan, “Take care of your customer or someone else will”.
Kali ini saya ingin menulis soal ‘take care of your customer’ bukan sekedar karena takut diambil orang, tapi karena kalo kita bekerja di bidang penyedia barang atau jasa, maintain customer itu sama susahnya dengan mencari customer baru. Banyak orang biasa sibuk mencari customer baru, tapi lupa menjaga customer yang sudah ada, sehingga seluruh energi dihabiskan untuk mendapatkan customer baru terus menerus.
‘Take care of your customer’ memerlukan semangat customer satisfaction oriented / kepuasan pelanggan sebagai yang utama, yang artinya bagaimana kita memberikan pelayanan terbaik kepada semua customer tanpa membedakan antara satu customer dan customer lainnya, apalagi memandang sebelah mata kepada satu customer, atau membedakan antara customer yang dianggap penting dan customer yang tidak dianggap penting.
Ada cerita menarik soal ini, kira-kira tahun 2000, saat saya pertama kali membangun usaha bersama kawan dan kita ingin membuka rekening perusahaan di BCA dekat kantor. Tapi cabang BCA ini meminta syarat yang tidak dapat kita penuhi sebagai perusahaan baru, misal Surat Pengesahan dari Departemen Kehakiman (sekarang Kemenkumham), Surat referensi dari bank lain. Nah sudah jelas perusahaan baru berdiri, dokumen tersebut masih dalam proses dan tidak akan selesai dalam waktu dekat. Demikian juga surat referensi yang diminta, ini baru rencana membuka rekening pertama, lalu mana bank yang bisa memberi referensi?
Karena mentok di bagian Customer Service, saya lalu meminta ketemu dengan Kepala Cabang, seorang Ibu yang kemudian menemui saya dan kawan yang saat itu berusia sekitar 25 tahun dan 28 tahun, dan ternyata kami dipandang sebelah mata yang mungkin karena masih muda, dan intinya Ibu Kepala Cabang mengatakan dengan ketus bahwa kami harus memiliki semua dokumen itu secara lengkap baru bisa rekening perusahaan di BCA. Kecewa dan marah, kami tinggalkan cabang BCA tesebut dan akhirnya membuka rekening di cabang BCA yang lebih jauh dari kantor kami dengan menggunakan dokumen yang persis sama di hari yang sama.
Sama-sama cabang BCA, tapi bisa membuat keputusan yang berbeda. Yang membedakan tentu adalah Kepala Cabang nya. Kepala cabang pertama mengatakan secara ketus bahwa kami harus lengkap memiliki semua dokumen tersebut untuk membuka rekening, sedangkan Kepala Cabang kedua hanya mengingatkan agar kami segera menyerahkan/melengkapi dokumen yang diperlukan bisa sudah selesai proses di instansi terkait. Problem solved.
Cerita buka rekening perusahaan di salah satu cabang BCA yang menjengkelkan itu sudah lama berlalu, saya pun sekarang sudah berkecimpung di perusahaan lain yang kebetulan punya rekening di Cabang BCA yang kedua tadi. Sampai suatu saat di tahun 2011, ada pergantian Kepala Cabang baru dan kebetulan saat saya transaksi di ruangan BCA Prioritas diperkenalkan dengan Kepala Cabang baru tersebut…. etdah! ini kan si Ibu Kepala Cabang yang ketus dan ga nganggap kami di tahun 2000 dulu.
Saya yakin si Ibu Kepala Cabang pasti sudah tidak mengenali saya, selain karena sudah 10 tahunan, customer yang diurusnya pasti ribuan dan yang jelas ukuran badan saya sudah jauh berbeda, hahaha. Tapi ternyata saya masih ingat persis wajahnya yang ketus itu, dan sempat melakukan konfirmasi, “Ibu yang dulu Kepala Cabang di sana kan?” | “Iya Pak, koq Pak Budi tau?” | “Tentu saja saya tau dan masih ingat koq Bu :)”
Yang berbeda kali ini, Ibu Kepala Cabang sudah pasang senyum dibalik wajah arogannya dan sesekali membungkuk saat berbicara. Dia mungkin bisa pasang senyum sekarang, tapi saya ga bisa lupa wajah dan ucapan ketusnya saat menolak kami membuka rekening dulu.
Cerita yang nyaris sama juga terjadi lagi, di bank yang berbeda. Kebetulan di sebelah kantor saya ada cabang Rabobank dan saya mempunyai rekening dan satu buah Safe Deposit Box (SDB) di sana. Suatu hari, beberapa bulan yang lalu, saya ada keperluan mengambil dokumen ke SDB di lantai 2 yang kebetulan satu lantai dengan ruangan Kepala Cabang. Saat sedang mengurus administrasi untuk masuk SDB, Ibu Kepala Cabang yang baru saja pindah itu keluar ruangan dan diperkenalkan oleh staff nya kepada saya, “Ibu, ini Pak Budi yang ruko sebelah persis”. Saya agak kaget melihat wajahnya yang tampak familiar, lalu kemudian tukaran kartu nama. Setelah membaca nama-nya, saya langsung ingat dan yakin kenal dengan si Ibu Kepala Cabang baru ini.
“Ibu yang dulu di cabang ini waktu nama nya masih Hagabank dan bagian KPR kan?” | Dia tampak kaget dan bertanya, “koq Pak Budi bisa tahu?” | “Ooo saya ingat koq Bu, dulu tahun 2004, saya pernah mengurus KPR beli rumah pertama saya sama Ibu, tapi tidak dilayani Ibu karena saya meminta proses yang cepat supaya bisa segera transaksi.” | Si Ibu langsung pasang wajah ga enak hati gitu :p
Dua pengalaman ini memberi pelajaran berharga buat saya, “take good care of your customer because they will always remember good experience and especially bad experience”.
Saya pun sangat mungkin pernah tidak memberikan pelayanan terbaik karena menganggap bukan customer penting, tapi mudah-mudahan pengalaman pribadi saya ini akan selalu bisa menjadi pengingat bagi saya untuk memperlakukan semua customer dengan pelayanan terbaik. Customer yang hari ini mungkin kasih order kecil, tapi kalo di maintain dengan baik, saat order besar pun pasti masih akan sama kita. Tapi customer yang kalo order kecil kita cuekin, nah pas ada order besar dia pasti akan ingat persis perlakuan kita kepadanya dulu.
Mari kita urus/maintain dengan baik customer kita, meskipun sekarang masih order kecil 🙂